Asal Mula Cakrawala


Pada zaman dahulu kala, Bumi dikendalikan oleh dua dewa perkasa, yaitu Dewa Langit dan Dewa Laut. Pada suatu ketika, kedua dewa ini berselisih untuk menunjukkan siapa yang lebih hebat sehingga membuat dunia gempar. Dewa Langit menurunkan hujan lebat berhari-hari yang disertai kilat sehingga terjadi banjir besar. Dewa Langit juga mendatangkan angin puting beliung besar yang menghancurkan rumah warga. Begitu pun dengan Dewa Laut. Dewa laut mendatangkan gelombang badai yang menghancurkan pesisir pantai. Tak lupa, Dewa Laut memberikan Tsunami besar hingga menggenangi semua tanah pulau.
Kepala suku kebingungan melihat kedua dewa berselisih. Kepala suku mengajak semua rakyat berdoa semoga kedua dewa segera menemukan jalan keluar yang tepat. Tapi, ada salah satu warga yang datang tiba-tiba dan bersedia berkorban untuk membantu kedua dewa itu berbaikan. Orang itu adalah seorang pelukis dari pulau tersebut yang mempunyai sebuah kuas ajaib. Semua rakyat senang mendengarnya karena stok makanan sudah tipis. Apalagi sawah sudah tergenang banjir, ikan-ikan di laut juga tidak dapat ditangkap. Kepala suku pun memberikan pemberkatan kepada pelukis yang gagah berani tersebut.
Keesokan harinya, tepatnya pada sore hari, pelukis tersebut berdiri di atas bukit di tepi pantai untuk berbicara kepada dua dewa tersebut. Sejenak kedua dewa tersebut berhenti berselisih dan mendengarkan suara sang pelukis. Pelukis tersebut menceritakan bahwa kedua dewa tersebut sebenarnya adalah saudara kembar sehingga tidak perlu bertengkar. Kedua dewa tersebut tidak percaya,
"Sejak kapan aku bersaudara dengan Dewa Laut?" teriak Dewa Langit.
"Iya, mana mungkin aku bersaudara dengan Dewa Langit?" tambah Dewa Laut.
"Jika kalian tidak percaya, lihatlah sebentar lagi." jawab sang Pelukis.
Kemudian pelukis mengeluarkan kuas ajaibnya dan melukiskan sebuah garis di sepanjang pertemuan antara langit dan laut. Setelah itu, kejadian ajaib muncul. Baik permukaan langit maupun permukaan laut memunculkan gambar yang sama. Kedua dewa pun terperanjat, menyadari bahwa perkataan pelukis itu benar.
"Benar, kan? Kalian adalah suadara kembar." kata pelukis.
Kedua dewa pun mengangguk dan mulai menangis. Mereka merasa melakukan hal yang tidak perlu sehingga hampir merusak isi bumi. Kemudian Dewa Langit dan Dewa Laut pun berbaikan dan saling berpelukan.
"Seharusnya jika kalian ingin menunjukkan hal yang hebat adalah dengan memberikan yang terbaik untuk manusia yang ada di antara kalian. Dewa Langit bisa memberikan hujan yang cukup untuk pertanian. Angin yang teratur agar nelayan bisa melaut dan cuaca juga teratur. Dewa Laut bisa memberikan ikan-ikan yang berkualitas untuk nelayan-nelayan. Itulah hebatnya kalian, bukan dari bencana." papar sang pelukis.
Kedua dewa tertegun dan saat itu pula cuaca menjadi cerah. Angin sepoi-sepoi dan ombak pun mengalun teratur. Semua rakyat pun melihatnya dan mereka berteriak gembira. Sang pelukis telah berhasil menenangkan kedua dewa yang berselisih.
Mulai keesokan harinya, pertanian menjadi subur makmur. Perikanan pun hasilnya melimpah. Rakyat pun selalu ingat untuk bersyukur dan mempersembahkan yang terbaik untuk Langit dan Laut. Mereka juga menamakan garis yang menghubungkan Langit dan Laut yang mampu menenangkan perseteruan Dewa Langit dan Dewa Laut dengan nama sang pelukis. Nama pelukis tersebut adalah 'Cakrawala'.



~cakrawala ... ma-a wa hawa!
laut udara hiasi bumi, bersatu padu itulah kami
pantang menyerah tak kenal mati, bulatkan tekad satukan hati
'tuk bangun negeri ini, berbakti pada bumi pertiwi
jadilah kader yang terbaik
CAKRAWALA!!!
MA-AWAHAWA!!!

*a story for my college (meteorologi dan oseanografi itb 2008) :))

Comments

Popular posts from this blog

Asmarandana

Jakasura

Netherland's Windmills